Selasa, 16 April 2013

Negeri Di Ujung Tanduk



Punya ketertarikan dengan politik? Cocok banget nih Negeri Di Ujung Tanduk.

Sama seperti buku-bukunya Om Tere yang lain, yang selalu memberikan pemahaman baik setelah membacanya, buku Om Tere yang satu ini pun memberikan pemahaman yang baik mengenai hiruk pikuk kehidupan berpolitik. Hyak! Apa lagi kalau bukan, Negeri Di Ujung Tanduk. Selain memeberikan pemahaman yang baik, buku ini pun menggambarkan—setidaknya—keadaan politik di negeri tercinta, Indonesia.


Kali ini Om Tere di Negeri Di Ujung Tanduk berkutat dengan polemik-polemik yang memang masih hangat di Indonesia. Seperti perebutan posisi calon presiden yang mau diusung sama suatu partai untuk pemilihan presiden periode 2014/2019. Ada sangkut pautnya pula dengan gubernur Jakarta terpilih 2012 kemarin, JD. Dan…. Masih berkutat pula di petinggi-petinggi kepolisian yang perutnya buncit-buncit itu.

Di buku ini Thommas berusaha dengan seluruh kekuatannya, dan dendam masa lalunya untuk membantu klien politiknya, JD, yang sedang bertarung dalam konvensi partai politik terbesar. Yang dimana lawan-lawannya ternyata musuh dari masa lalunya. Dan dengan bantuan Kris—pegawai di perusahaannya (TI)—Thommas dapat mengetahui jaringan-jaringan “Mafia Hukum” yang menjadi lawan klien politiknya di negerinya dari ring pertama hingga ring ke lima dengan komplit.

Di buku ini juga, nyawa orang yang menjadi saksi mahkota Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjatuhkan orang-orang dalam ring, dan juga yang (mungkin) paling di benci Thommas hampir melayang di tangan BEDEBAH itu.

Tetapi tidak semudah itu, si BEDEBAH dapat menghabisi nyawa orang yang sekaligus punya hubungan darah dengan Thommas. Sempat terjadi baku tembak di atas New Panamax, tidak kalah seru seperti di Negeri Para Bedebah.

Di awal cerita NDUT ini, tidak jauh berbeda dengan NPB. Thommas sibuk dengan klub petarungnya dan datangnya wartawan yang sengaja dikirim oleh kantor majalah mingguannya untuk wawancara—yang melakukan wawancaranya dengan cara ‘kejar-kejaran.
Sama sialnya dengan Julia—wartawan di NPB—Maryam juga ikut mendapatkan imbasnya sehabis melakukan wawancara dengan pemilik perusahaan konsultasi keuangan itu. Apa kalau kata wacana Opa? “jangan trerlalu dekat dengan Tommi, karena dia bisa mengundang banyak masalah bagi perempuan manapun, apalagi kalau itu wartawan.”

Di awal cerita memang biasa, tidak begitu menegangkan –karena hampir sama. Tapi setelah melewati bagian itu ketegangan mulai memuncak, terasa ketar-ketir. Kenapa? Karena berbeda dengan NPB,  kasus yang dialami Thommas kali ini jauh lebih rumit dan serius, seperti garis-garis melintang yang saling berhubungan satu sama lain.
Latarnya juga sudah bukan sekedar Jakarta-Denpasar, tapi juga sampai Hong Kong- Makau. Ruang lingkupnya pun lebih besar, ke penegak-penegak hukum, petinggi-petinggi kepolisian, petinggi-petinggi partai politik terbesar, jaksa-jaksa, hakim. Lembaga-lembaga tinggi dalam pemerintahan di suatu Negara.

Dan di akhir buku ini, Thommas bertarung dengan BEDEBAH itu. Seseorang yang datang dari masa lalunya, seseorang yang dia kenal pertama kali saat pesta besar keluarga, seseorang yang terbiasa hidup di bawah bayangan, seseorang yang karena perbuatannya di masa lalu menjadikan Thommas pemuda yang jiwanya utuh bagai berlian yang tidak bisa dipecahkan.

**

Buku ini kerennya ngga sopan!! 
Dan akan mendapat sensainya jauh lebih mendalam apabila baca bukunya sendiri. So, tunggu apalagi? Hihi:p

Moralitas sejatinya hanyalah salah satu omong kosong yang bisa dijual dalam bisnis politik. Temukan rumusnya dengan tepat, temukan resepnya dengan pas, maka itu bisa jadi senjata yang efektif memenangi sebuah kompetisi politik. - NDUT

0 komentar:

Posting Komentar