Punya ketertarikan dengan politik? Cocok banget nih Negeri Di Ujung Tanduk.
Sama seperti buku-bukunya Om Tere yang lain, yang selalu
memberikan pemahaman baik setelah membacanya, buku Om Tere yang satu ini pun
memberikan pemahaman yang baik mengenai hiruk pikuk kehidupan berpolitik. Hyak!
Apa lagi kalau bukan, Negeri Di Ujung Tanduk. Selain memeberikan pemahaman yang
baik, buku ini pun menggambarkan—setidaknya—keadaan politik di negeri tercinta,
Indonesia.
Kali ini Om Tere di Negeri Di Ujung Tanduk berkutat dengan polemik-polemik
yang memang masih hangat di Indonesia. Seperti perebutan posisi calon presiden
yang mau diusung sama suatu partai untuk pemilihan presiden periode 2014/2019. Ada
sangkut pautnya pula dengan gubernur Jakarta terpilih 2012 kemarin, JD. Dan…. Masih
berkutat pula di petinggi-petinggi kepolisian yang perutnya buncit-buncit itu.
Di buku ini Thommas berusaha dengan seluruh kekuatannya, dan
dendam masa lalunya untuk membantu klien politiknya, JD, yang sedang bertarung
dalam konvensi partai politik terbesar. Yang dimana lawan-lawannya ternyata
musuh dari masa lalunya. Dan dengan bantuan Kris—pegawai di perusahaannya (TI)—Thommas
dapat mengetahui jaringan-jaringan “Mafia Hukum” yang menjadi lawan klien
politiknya di negerinya dari ring pertama hingga ring ke lima dengan komplit.
Di buku ini juga, nyawa orang yang menjadi saksi mahkota
Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjatuhkan orang-orang dalam ring, dan juga
yang (mungkin) paling di benci Thommas hampir melayang di tangan BEDEBAH itu.
Tetapi tidak semudah itu, si BEDEBAH dapat menghabisi nyawa
orang yang sekaligus punya hubungan darah dengan Thommas. Sempat terjadi baku
tembak di atas New Panamax, tidak kalah seru seperti di Negeri Para Bedebah.
Di awal cerita NDUT ini, tidak jauh berbeda dengan NPB.
Thommas sibuk dengan klub petarungnya dan datangnya wartawan yang sengaja
dikirim oleh kantor majalah mingguannya untuk wawancara—yang melakukan
wawancaranya dengan cara ‘kejar-kejaran.
Sama sialnya dengan Julia—wartawan di NPB—Maryam juga ikut
mendapatkan imbasnya sehabis melakukan wawancara dengan pemilik perusahaan
konsultasi keuangan itu. Apa kalau kata wacana Opa? “jangan trerlalu dekat
dengan Tommi, karena dia bisa mengundang banyak masalah bagi perempuan manapun,
apalagi kalau itu wartawan.”
Di awal cerita memang biasa, tidak begitu menegangkan –karena
hampir sama. Tapi setelah melewati bagian itu ketegangan mulai memuncak, terasa
ketar-ketir. Kenapa? Karena berbeda dengan NPB,
kasus yang dialami Thommas kali ini jauh lebih rumit dan serius, seperti
garis-garis melintang yang saling berhubungan satu sama lain.
Latarnya juga sudah bukan sekedar Jakarta-Denpasar, tapi
juga sampai Hong Kong- Makau. Ruang lingkupnya pun lebih besar, ke
penegak-penegak hukum, petinggi-petinggi kepolisian, petinggi-petinggi partai
politik terbesar, jaksa-jaksa, hakim. Lembaga-lembaga tinggi dalam pemerintahan
di suatu Negara.
Dan di akhir buku ini, Thommas bertarung dengan BEDEBAH itu.
Seseorang yang datang dari masa lalunya, seseorang yang dia kenal pertama kali
saat pesta besar keluarga, seseorang yang terbiasa hidup di bawah bayangan,
seseorang yang karena perbuatannya di masa lalu menjadikan Thommas pemuda yang
jiwanya utuh bagai berlian yang tidak bisa dipecahkan.
**
Buku ini kerennya ngga sopan!!
Dan akan mendapat sensainya jauh lebih mendalam apabila baca
bukunya sendiri. So, tunggu apalagi? Hihi:p
Moralitas sejatinya hanyalah salah satu omong kosong yang bisa dijual dalam bisnis politik. Temukan rumusnya dengan tepat, temukan resepnya dengan pas, maka itu bisa jadi senjata yang efektif memenangi sebuah kompetisi politik. - NDUT
0 komentar:
Posting Komentar