Pikiran yang menegang, emosi yang labil, keran air mata yang
bocor, mata yang sembap, mimpi-mimpi buruk yang membangunkanku di tengah malam,
ya Tuhan………ada apa denganku?
Rasa sesak itu terus menghantui di setiap detik, lewat
kenangan-kenangan yang berputar di benak berulang-ulang seperti kaset rusak.
Kata orang, semua yang terjadi dalam hidup seorang manusia
telah diatur oleh-Mu? Jika ya, mengapa kau memberikanku perasaan yang memilukan
ini? Apakah ini suatu bentuk tes untukku menuju kedewasaan? Dan jika ya, Tuhan,
aku tak akan pernah mau dewasa, karena ini sungguh…………
PRANG!
Astagfirullah, gelas yang jatuh membangunkanku dari lamunan.
Berani sekali aku mengelak kehendak jalan yang sudah Tuhan
pilihkan untukku, Astagfirullah….tak henti aku mengucap istigfar dalam hati.
**
Dari mana harusnya aku memulai cerita yang membuat lubang
menganga di hati, ini?
Ah, ya, mungkin sejak tatapan mata indahnya itu.
Hari ini langit cerah, elok birunya membuatku ingin
berlama-lama menghabiskan waktu menatapnya. Ya Tuhan, kuasa Mu memang tiada
tanding.
Segala sesuatunya bisa karna terbiasa, pun, dalam urusan
yang satu ini, kehilangan.
Aku mencintaimu karna kita terbiasa bersama, mengembangkan
perasaan ini lewat cerita yang biasanya kita bagi. Ah, sepertinya baru kemarin
aku merasakan hal semenggembirakan itu. Tapi….yah, sudah saatnya aku terbangun
dalam buaian.
Aku hari ini adalah proses pembiasaan yang aku coba terapkan
selama beberapa minggu ini. Berhasilkah? Kalau untuk saat ini mungkin belum. Proses
pembiasaan untuk merubah rasa kehilangan
menjadi aku baik-baik saja, bahkan lebih
baik dengan berjalan sendiri.
**
Ah, pahit rasanya jika harus menceritakan ceritaku disini. Tapi
percayalah, sedikit banyak ceritaku sama dengan cerita Tania, seseorang yang mendapatkan
janji kehidupan yang lebih baik oleh malaikatnya.
Mencintai Kak Danar, seseorang yang berumur 25 ketika Tania
masih dikepang dua, masih berumur 11 tahun. Mencintai malakikatnya yang membantu Tania meraih masa depan cerah,
mewujudkan janji-janji kehidupan. Mencintai Kakak,
yang esok hari akan menikah dengan Kak Ratna.
Kau tau? Aku bahkan lelah dengan pikiranku sendiri yang
secara tidak sengaja membuat prasangka-prasangka tentangmu. Aku akan begini,
kamu akan begitu, kita akan baik-baik
saja. Ah, muak aku dengan ini. Sampai aku pun ikut memikirkan beberapa kemungkinan
yang Anne buat, yang membuatku menahan napas.
“Oh my goodness…. Buat apa, Tania? Kau hanya merusak banyak
hal. Merusak hubungan kalian sebagai adik-kakak, atau entahlah selama ini. Bisakah
kau bayangkan apa yang akan terjadi kalau dia tahu apa perasaanmu? Satu, mungkin dia mengacuhkanmu, tidak
peduli. Dua, mungkin dia bisa menyikapinya dengan baik dan
dewasa, yang aku yakin inilah yang akan dia lakukan. Tiga, dia bisa jadi justru
menjauh. Kau membuatnya takut. Kau adiknya
sendiri dan membuatnya risi. Empat, dia
jangan-jangan malah membencimu….. keberadaanmu bisa mengganggu hubungannya
dengan dia… please be rational! Mereka
akan menikah! Bukan barusan jadian, bukan baru say I love you. Mereka akan menikah!”
**
Seharusnya aku bisa menyikapi ini dengan lebih dewasa,
menerima semua kenyataan yang ada dan terus menlanjutkan hidup.
Seharusnya aku senang ketika aku bersedih, karena kata orang
, sedih mungkin merupakan salah satu
cara penggugur dosa. Berarti, semakin
dalam sedihku, semakin besar dosaku? Naudzubillah.
Seharusnya ini menjadi mudah, jika aku melakukan apa yang
aku katakan beberapa bulan lalu dalam vn-ku…
“….pun ketika masa
melepaskan itu tiba, tidak ada yang perlu kita sesalkan, aku sudah katakan, dan
kamupun sudah paham….”
Tapi ternyata mempraktekannya sangat sulit, sulit bagiku
menganggap kehilangan ini hanya
sebuah proses menyakitkan untuk mendapat kebahagiaan kelak.
Seharusnya ini menjadi mudah, jika saja kamu tidak
menghubungiku secara langsung. Aku rasa, mudah saja bagimu untuk melakukan itu.
Karna kau masih bisa menghubungi yang
lain, bukan? Aku memang ingin ini semua berjalan biasa-biasa aja seperti
tidak terjadi apa-apa sebelumnya dengan kita,
tapi percayalah, semua ini butuh waktu. Aku butuh waktu untuk hatiku berdamai
dengan ini.
Tania pernah bilang, “Dengan menghubungiku secara langsung,
sama saja dia membiarkanku memupuk
perasaan itu. Perasaan dosa! Lebih baik membangun tembok penghalang sampai
semua kembali baik dengan sendirinya.”
Jadi, apakah perasaan ini dosa?
Mungkin ya, jika esok kau bersanding dipelaminan dengannya.
**
Seharusnya aku melakukan petuah-petuah dari orang-orang
terdekatku, pada awal cerita ini dimulai. Tapi, aku hanya mendengarkannya. Dan HAP!
Lihatlah sekarang, aku yang membuat mereka khawatir akan keadaanku.
Dari awal, aku sudah menulis dalam memoku, bahwa aku tidak bisa
menutup kemungkinan apa yang telah kau lakukan terhadap perempuan sebelum aku
yang berdiri disampingmu, tidak kau lakukan terhadapku—meningat apa yang
sebelumnya terjadi.
Dan whoosh…. Bagai ditiup angin, secara tidak langsung aku
merasakannya….perasaan itu….menyesakkan.
Kalian tau? Aku lelah dengan ini semua……banyak yang harus
aku urus, banyak yang harus aku pikirkan. Tapi kejadian ini sedikit banyak
menyita itu semua. Waktu, tenaga, perasaan, terlebih pikiran. Memang aku tidak
pernah menganggap ini beban, tapi….ah.
Mungkin sudah saatnya aku menjalankan teori yang dapat
membuat apapun yang ku rasa, sedih, kehilangan,
marah, kecewa, dan teman-temannya ini menjadi suatu tindakan yang positif. Dengan
mengingat Tuhan, misalnya. Membuatku merasa damai. Dan fokus akan ujian didepan
yang sedang menunggu.
**
Oh, ya, sudah banyak yang aku ceritakan tapi
kalian belum
mengenalku, ya? Hehe
Namaku Bintang, aku mahasiswi di salah satu Universitas
ternama di Indonesia. Aku sedang menunggu ujian untuk mendapatkan beasiswaku di
Inggris nanti, insyaAllah jika diterima. Dan tadi baru selesai minum energen.
Banyak orang yang ingin menjadi bintang, tapi percayalah, menjadi Bintang itu tidak semenyenangkan
yang kalian bayangkan. Seperti dalam ceritaku yang satu ini, misalnya.
She feels so blue while she didn't like blue.
0 komentar:
Posting Komentar