Minggu, 01 Juni 2014

Feeling Blue

Pikiran yang menegang, emosi yang labil, keran air mata yang bocor, mata yang sembap, mimpi-mimpi buruk yang membangunkanku di tengah malam, ya Tuhan………ada apa denganku?


Rasa sesak itu terus menghantui di setiap detik, lewat kenangan-kenangan yang berputar di benak berulang-ulang seperti kaset rusak.


Kata orang, semua yang terjadi dalam hidup seorang manusia telah diatur oleh-Mu? Jika ya, mengapa kau memberikanku perasaan yang memilukan ini? Apakah ini suatu bentuk tes untukku menuju kedewasaan? Dan jika ya, Tuhan, aku tak akan pernah mau dewasa, karena ini sungguh…………



PRANG!

Astagfirullah, gelas yang jatuh membangunkanku dari lamunan.

Berani sekali aku mengelak kehendak jalan yang sudah Tuhan pilihkan untukku, Astagfirullah….tak henti aku mengucap istigfar dalam hati.

**

Dari mana harusnya aku memulai cerita yang membuat lubang menganga di hati, ini?

Ah, ya, mungkin sejak tatapan mata indahnya itu.

Hari ini langit cerah, elok birunya membuatku ingin berlama-lama menghabiskan waktu menatapnya. Ya Tuhan, kuasa Mu memang tiada tanding.

Segala sesuatunya bisa karna terbiasa, pun, dalam urusan yang satu ini, kehilangan.
Aku mencintaimu karna kita terbiasa bersama, mengembangkan perasaan ini lewat cerita yang biasanya kita bagi. Ah, sepertinya baru kemarin aku merasakan hal semenggembirakan itu. Tapi….yah, sudah saatnya aku terbangun dalam buaian.

Aku hari ini adalah proses pembiasaan yang aku coba terapkan selama beberapa minggu ini. Berhasilkah? Kalau untuk saat ini mungkin belum. Proses pembiasaan untuk merubah rasa kehilangan menjadi aku baik-baik saja, bahkan lebih baik dengan berjalan sendiri.

**

Ah, pahit rasanya jika harus menceritakan ceritaku disini. Tapi percayalah, sedikit banyak ceritaku sama dengan cerita Tania, seseorang yang mendapatkan janji kehidupan yang lebih baik oleh malaikatnya.

Mencintai Kak Danar, seseorang yang berumur 25 ketika Tania masih dikepang dua, masih berumur 11 tahun. Mencintai malakikatnya yang membantu Tania meraih masa depan cerah, mewujudkan janji-janji kehidupan. Mencintai Kakak, yang esok hari akan menikah dengan Kak Ratna.

Kau tau? Aku bahkan lelah dengan pikiranku sendiri yang secara tidak sengaja membuat prasangka-prasangka tentangmu. Aku akan begini, kamu akan begitu, kita akan baik-baik saja. Ah, muak aku dengan ini. Sampai aku pun ikut memikirkan beberapa kemungkinan yang Anne buat, yang membuatku menahan napas.

“Oh my goodness…. Buat apa, Tania? Kau hanya merusak banyak hal. Merusak hubungan kalian sebagai adik-kakak, atau entahlah selama ini. Bisakah kau bayangkan apa yang akan terjadi kalau dia tahu apa perasaanmu? Satu, mungkin dia mengacuhkanmu, tidak peduli. Dua,  mungkin dia bisa menyikapinya dengan baik dan dewasa, yang aku yakin inilah yang akan dia lakukan. Tiga,  dia bisa jadi justru menjauh. Kau membuatnya takut. Kau adiknya sendiri dan membuatnya risi. Empat, dia jangan-jangan malah membencimu….. keberadaanmu bisa mengganggu hubungannya dengan dia… please be rational! Mereka akan menikah! Bukan barusan jadian, bukan baru say I love you. Mereka akan menikah!”

**

Seharusnya aku bisa menyikapi ini dengan lebih dewasa, menerima semua kenyataan yang ada dan terus menlanjutkan hidup.

Seharusnya aku senang ketika aku bersedih, karena kata orang , sedih mungkin merupakan salah satu cara penggugur dosa. Berarti, semakin dalam sedihku, semakin besar dosaku? Naudzubillah.

Seharusnya ini menjadi mudah, jika aku melakukan apa yang aku katakan beberapa bulan lalu dalam vn-ku…

“….pun ketika masa melepaskan itu tiba, tidak ada yang perlu kita sesalkan, aku sudah katakan, dan kamupun sudah paham….”

Tapi ternyata mempraktekannya sangat sulit, sulit bagiku menganggap kehilangan ini hanya sebuah proses menyakitkan untuk mendapat kebahagiaan kelak.

Seharusnya ini menjadi mudah, jika saja kamu tidak menghubungiku secara langsung. Aku rasa, mudah saja bagimu untuk melakukan itu. Karna kau masih bisa menghubungi yang lain, bukan? Aku memang ingin ini semua berjalan biasa-biasa aja seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya dengan kita, tapi percayalah, semua ini butuh waktu. Aku butuh waktu untuk hatiku berdamai dengan ini.

Tania pernah bilang, “Dengan menghubungiku secara langsung, sama saja dia membiarkanku memupuk perasaan itu. Perasaan dosa! Lebih baik membangun tembok penghalang sampai semua kembali baik dengan sendirinya.”

Jadi, apakah perasaan ini dosa?

Mungkin ya, jika esok kau bersanding dipelaminan dengannya.

**

Seharusnya aku melakukan petuah-petuah dari orang-orang terdekatku, pada awal cerita ini dimulai. Tapi, aku hanya mendengarkannya. Dan HAP! Lihatlah sekarang, aku yang membuat mereka khawatir akan keadaanku.

Dari awal, aku sudah menulis dalam memoku, bahwa aku tidak bisa menutup kemungkinan apa yang telah kau lakukan terhadap perempuan sebelum aku yang berdiri disampingmu, tidak kau lakukan terhadapku—meningat apa yang sebelumnya terjadi.

Dan whoosh…. Bagai ditiup angin, secara tidak langsung aku merasakannya….perasaan itu….menyesakkan.

Kalian tau? Aku lelah dengan ini semua……banyak yang harus aku urus, banyak yang harus aku pikirkan. Tapi kejadian ini sedikit banyak menyita itu semua. Waktu, tenaga, perasaan, terlebih pikiran. Memang aku tidak pernah menganggap ini beban, tapi….ah.

Mungkin sudah saatnya aku menjalankan teori yang dapat membuat apapun yang ku rasa, sedih, kehilangan, marah, kecewa, dan teman-temannya ini menjadi suatu tindakan yang positif. Dengan mengingat Tuhan, misalnya. Membuatku merasa damai. Dan fokus akan ujian didepan yang sedang menunggu.

**

Oh, ya, sudah banyak yang aku ceritakan tapi 
kalian belum mengenalku, ya? Hehe

Namaku Bintang, aku mahasiswi di salah satu Universitas ternama di Indonesia. Aku sedang menunggu ujian untuk mendapatkan beasiswaku di Inggris nanti, insyaAllah jika diterima. Dan tadi baru selesai minum energen.



Banyak orang yang ingin menjadi bintang, tapi percayalah, menjadi Bintang itu tidak semenyenangkan yang kalian bayangkan. Seperti dalam ceritaku yang satu ini, misalnya.


She feels so blue while she didn't like blue.

0 komentar:

Posting Komentar