source photo: http://kampus-sipil.blogspot.co.id/2014/07/jenis-jenis-industri-jasa-konstruksi.html
HI! Udah lama ga nulis di blog nih.
Sepertinya blog udah mulai jarang
disinggahi ya, selain yang isinya bahan-bahan untuk nyusun makalah. Wk.
Mahasiswa. Kelakuan. Kelakuan.
**
Sebenernya banyak kesempatan dan
pengalaman yang pengen gue bagi di blog ini. Tapi karena males dan waktunya
kadang suka kepepet, jadinya mentok cuma ada di kepala aja.
Kali ini, disempet-sempetin
karena yang gue kira isu ini cuma in pas Senin 19 September 2016 doang,
tapi ternyata masih tetep in sampai sore tadi.
Sore hari di ruang 6.16 gedung
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jakarta, Ciputat, gue buat
catatan-catatan kecil di buku kecil yang bisa dibilang rekam jejak gue
berteater, bukan di binder yang biasanya dipake buat kuliah. Isinya bukan
sesuatu yang berkaitan dengan perkuliahan atau teater, melainkan kontemplasi
gue perihal apa-apa yang sedang gue lakuin.
Kontemplasi.
He who gives his
all will surely successed. Begitu kata salah satu penulis dalam novel
triloginya. Sudah sejauh apa pencapaian yang gue dapet dari proses yang tengah
gue jalanin? Ha? Retoris. Ya begitulah kurang lebih isinya.
**
Sore itu kali pertama kita (gue
dan anak-anak sekelas) ketemu sama salah satu dosen di semester lima ini.
Pembawaannya yang taktis bikin beberapa anak ngerasa tegang ketika dalam kelas.
Kelas yang sore itu kebetulan
diisi oleh perempuan (99%) itu dimulai.
Dibuka dengan pertanyaan
bagaimana-cara-mahasiswa-membuat-makalah pun terlontar dari si dosen. Makalah yang pernah
dibuat untuk diskusi di dalam kelas, berapa persenkah isinya tulisan dari
pemakalah tersebut? 50%? 30%? 10%? 0,01%?
Tas. Perhitungan singkat pun
dilakukan. Mengalikan kata dengan halaman dikali lagi dengan presentase
yang disebutkan, hasilnya 0.
Dalam tab pertama materi di
kelas ini gue menemukan jawaban atas pertanyaan yang gue buat sendiri.
We learnt from the wrong way. Intinya
adalah kenapa selama ini mahasiswa atau bukan mahasiswa dianggap bodoh
karena belajar dari cara yang salah. Bisa dibilang sesuatu itu haram. Kalo
haram ujungnya ngga akan berkah. I see karma. Kemudian, inti dari inti
yang tadi udah dijelasin adalah WE MUST BE CLEVER!
Dalam tab lain kita ngebahas apa
bedanya lulusan yang dari sini sama yang dari sana. Kali ini
intinya adalah kita harus rajin baca supaya pinter, supaya menguasai berbagai macam ilmu dan bisa ‘mengawini’ ilmu-ilmu tersebut biar bisa jadi pegangan.
Pinter.
Ya gitu deh, kalo diceritain akan
ada banyak tab tab yang harus dibuka dan saling berkaitan satu sama lain.
Sebenarnya, apa yang mau gue sampaikan
adalah selama dua jam menghabiskan waktu dalam ruang 6.16 itu, gue bagaikan
sebuah bangunan yang dengan sengaja dibangun dengan kuat-kuat terus sedetik
kemudian diruntuhkan. Tab berikutnya gue dibangun lagi dengan lebih meyakinkan
lalu satu kedipan berikutnya gue diruntuhkan lagi (juga) dengan lebih meyakinkan.
Ini selalu berulang-ulang dari tiap-tiap tab yang kita buka. Dan selalu ada
pola ini.
Dibumbui dengan teknik doa yang
dipakai dosen itu, nambah sensasi yang beda yang (menurut gue) aga tabu. Tapi
cukup berhasil.
Dari awal, pola pikir gue ga
melulu masuk ke dalam topik dari tab tab tadi, tapi lebih membaca situasi yang
lagi dihadapin. Gue malah mikirin sebenernya dosen ini siapa. Tipikal dosen
seperti apakah dosen ini? Bagaimana latar belakangnya. Keluarganya.
Pendidikannya. Gimana? Sampai bisa-bisanya ngebentuk dosen ini seperti hari
ini.
Dan dari yang gue baca, gue paham
kenapa dosen ini begini. Bersyukurlah gue masuk Teater Syahid yang bisa menempa
gue sampai bisa kaya gini. Bersyukurlah gue kenal sama orang-orang hebat di
dalamnya. Karena pola ini juga gue dapet di sanggar. Iya. Intinya adalah pengen
bikin gue lebih baik dari sebelumnya dan memotivasi untuk ke depannya. “....
agar aku tahu arah yang benar dalam meneruskan langkah.” Begitu kalo kata Putu
Wijaya dalam cerpennya “Sejarah”.
Pola, bentukan dan cara yang kaya
gini yang malah bikin darah gue melonjak-lonjak. Kaya sebuah tantangan yang
“elo harus liat gue nantinya gimana, gue pasti bisa ngatasin ini”. Gitu. Ntah
karena guenya caper, apa karena zodiaknya cancer gak tau deh gue. Tapi yang
jelas, sebagai mahasiswai gue membutuhkan dosen seperti dosen ini.
Dan... yang bikin hot sampai sore
tadi adalah, bahwa tercatat 54 mahasiswa menyetujui petisi untuk mengganti
dosen yang bersangkutan. Alasannya belum jelas betul, karena pas ditanya malah
becanda. Kan ga ngerti gue. Yah, apalah apalah gue mah silent reader aja
di grup. Hehe
Eits, gue nggak termasuk ke dalam kelompok 54 itu kok. Hoho
Gue juga ga bisa jamin sih
kedepannya di matakuliah ini gue akan kaya gimana, tapi yang jelas gue akan
berusaha sebisa mungkin untuk tetap maksimal di setiap matakuliah di semester
lima ini. Bismillah.
0 komentar:
Posting Komentar