Minggu, 25 September 2016

Bangunan

source photo: http://kampus-sipil.blogspot.co.id/2014/07/jenis-jenis-industri-jasa-konstruksi.html

HI! Udah lama ga nulis di blog nih.

Sepertinya blog udah mulai jarang disinggahi ya, selain yang isinya bahan-bahan untuk nyusun makalah. Wk. Mahasiswa. Kelakuan. Kelakuan.

**

Sebenernya banyak kesempatan dan pengalaman yang pengen gue bagi di blog ini. Tapi karena males dan waktunya kadang suka kepepet, jadinya mentok cuma ada di kepala aja.
Kali ini, disempet-sempetin karena yang gue kira isu ini cuma in pas Senin 19 September 2016 doang, tapi ternyata masih tetep in sampai sore tadi.


Sore hari di ruang 6.16 gedung Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jakarta, Ciputat, gue buat catatan-catatan kecil di buku kecil yang bisa dibilang rekam jejak gue berteater, bukan di binder yang biasanya dipake buat kuliah. Isinya bukan sesuatu yang berkaitan dengan perkuliahan atau teater, melainkan kontemplasi gue perihal apa-apa yang sedang gue lakuin.

Kontemplasi.
He who gives his all will surely successed. Begitu kata salah satu penulis dalam novel triloginya. Sudah sejauh apa pencapaian yang gue dapet dari proses yang tengah gue jalanin? Ha? Retoris. Ya begitulah kurang lebih isinya.

**

Sore itu kali pertama kita (gue dan anak-anak sekelas) ketemu sama salah satu dosen di semester lima ini. Pembawaannya yang taktis bikin beberapa anak ngerasa tegang ketika dalam kelas.

Kelas yang sore itu kebetulan diisi oleh perempuan (99%) itu dimulai.
Dibuka dengan pertanyaan bagaimana-cara-mahasiswa-membuat-makalah pun terlontar dari si dosen. Makalah yang pernah dibuat untuk diskusi di dalam kelas, berapa persenkah isinya tulisan dari pemakalah tersebut? 50%? 30%? 10%? 0,01%?

Tas. Perhitungan singkat pun dilakukan. Mengalikan kata dengan halaman dikali lagi dengan presentase yang disebutkan, hasilnya 0.

Dalam tab pertama materi di kelas ini gue menemukan jawaban atas pertanyaan yang gue buat sendiri.

We learnt from the wrong way. Intinya adalah kenapa selama ini mahasiswa atau bukan mahasiswa dianggap bodoh karena belajar dari cara yang salah. Bisa dibilang sesuatu itu haram. Kalo haram ujungnya ngga akan berkah. I see karma. Kemudian, inti dari inti yang tadi udah dijelasin adalah WE MUST BE CLEVER!

Dalam tab lain kita ngebahas apa bedanya lulusan yang dari sini sama yang dari sana. Kali ini intinya adalah kita harus rajin baca supaya pinter, supaya menguasai berbagai macam ilmu dan bisa ‘mengawini’ ilmu-ilmu tersebut biar bisa jadi pegangan. Pinter.
Ya gitu deh, kalo diceritain akan ada banyak tab tab yang harus dibuka dan saling berkaitan satu sama lain.

Sebenarnya, apa yang mau gue sampaikan adalah selama dua jam menghabiskan waktu dalam ruang 6.16 itu, gue bagaikan sebuah bangunan yang dengan sengaja dibangun dengan kuat-kuat terus sedetik kemudian diruntuhkan. Tab berikutnya gue dibangun lagi dengan lebih meyakinkan lalu satu kedipan berikutnya gue diruntuhkan lagi (juga) dengan lebih meyakinkan. Ini selalu berulang-ulang dari tiap-tiap tab yang kita buka. Dan selalu ada pola ini.

Dibumbui dengan teknik doa yang dipakai dosen itu, nambah sensasi yang beda yang (menurut gue) aga tabu. Tapi cukup berhasil.

Dari awal, pola pikir gue ga melulu masuk ke dalam topik dari tab tab tadi, tapi lebih membaca situasi yang lagi dihadapin. Gue malah mikirin sebenernya dosen ini siapa. Tipikal dosen seperti apakah dosen ini? Bagaimana latar belakangnya. Keluarganya. Pendidikannya. Gimana? Sampai bisa-bisanya ngebentuk dosen ini seperti hari ini.

Dan dari yang gue baca, gue paham kenapa dosen ini begini. Bersyukurlah gue masuk Teater Syahid yang bisa menempa gue sampai bisa kaya gini. Bersyukurlah gue kenal sama orang-orang hebat di dalamnya. Karena pola ini juga gue dapet di sanggar. Iya. Intinya adalah pengen bikin gue lebih baik dari sebelumnya dan memotivasi untuk ke depannya. “.... agar aku tahu arah yang benar dalam meneruskan langkah.” Begitu kalo kata Putu Wijaya dalam cerpennya “Sejarah”.

Pola, bentukan dan cara yang kaya gini yang malah bikin darah gue melonjak-lonjak. Kaya sebuah tantangan yang “elo harus liat gue nantinya gimana, gue pasti bisa ngatasin ini”. Gitu. Ntah karena guenya caper, apa karena zodiaknya cancer gak tau deh gue. Tapi yang jelas, sebagai mahasiswai gue membutuhkan dosen seperti dosen ini.

Dan... yang bikin hot sampai sore tadi adalah, bahwa tercatat 54 mahasiswa menyetujui petisi untuk mengganti dosen yang bersangkutan. Alasannya belum jelas betul, karena pas ditanya malah becanda. Kan ga ngerti gue. Yah, apalah apalah gue mah silent reader aja di grup. Hehe


Eits, gue nggak termasuk ke dalam kelompok 54 itu kok. Hoho

Gue juga ga bisa jamin sih kedepannya di matakuliah ini gue akan kaya gimana, tapi yang jelas gue akan berusaha sebisa mungkin untuk tetap maksimal di setiap matakuliah di semester lima ini. Bismillah.

0 komentar:

Posting Komentar